Sumpah "Pemuda", Udah Basi?



Sumpah tulisan ini agak basi, tapi biar tidak basi mohon sejenak membaca.Jika kita masih merasa basi, Berusahalah untuk memperbaiki diri dan bergerak cepat untuk tidak semakin basi.
Saat ini Bangsa kita tak butuh sumpah , hanya butuh kita tak jadi "generasi basi" untuk memajukan bangsa ini. Bangsa kita akan semakin bete bila kita semakin basi...
Sumpah, basi banget ya kita....?


Sebenarnya Tulisan ini kutulis tiga hari lalu saat negeri ini memperingati 80 tahun ikrar pemuda dari berbagai penjuru nusantara. Mungkin basi membicarakan tema ini saat begitu cepatnya berita silih berganti . Saking basinya aku coba untuk "Ngeles" tema ini menjadi sebuah opini tentang peran Pemuda Indonesia. Terlepas ini  masih berhubungan dengan Sumpah Pemuda atau tidak.
Sumpah 80 tahun lalu wujud integritas pemuda terhadap bangsanya waktu itu. Pertanyaan selanjutnya, apa wujud integritas saat ini secara nyata? Berbagai kalangan memandang semangat kaum muda terhadap nilai-nila kebangsaan mulai luntur. Berbagai kenakalan yang timbul oleh Pemuda bisa dijadikan contoh. Tawuran pelajar dan mahasiswa, meningkatnya kasus narkoba dan berbagai stigma miring lengkap melekat di baju pemuda.
Dalam sebuah kolom opini di sebuah surat kabar disebutkan;
Apakah bisa pemuda saat mengambil posisi dan berperan seperti generasi muda tahun 1908, 1928, 1945, 1966, 1978, dan 1997. Tantangan itu didasari kenyataan bahwa di permukaan generasi muda saat ini kelihatan santai dan lebih memilih nongkrong di kafe atau pinggir jalan daripada serius memikirkan bangsa.
Wajar saja sih, di saat gempuran budaya global saat ini justru pemuda mempunyai tugas ganda. Satu sisi sebagai individu dan satu sisi dituntut peran sosialnya terhadap masyarakat dan bangsa. Mungkin tantangan ini tak sebesar masa tahun-tahun di atas tadi. Permasalahan saat ini pemuda kebanyakan kehilangan panutan. Panutan yang lebih menonjol justru bukan lahir dari mainstream kebutuhan pokok bangsa. Artis lebih terkenal dari tokoh masyarakat, penyanyi lebih didengar dari pada pemimpin masyarakat. Akhirnya orientasi pemuda seakan kabur, dan semakin lama terbentuk mental yang pragmatis di antara kaum muda.
Di Satu sisi Perubahan Bangsa menjadi sebuah deadline perjalanan bangsa. Kepemimpinan Nasional diragukan, kehausan tokoh pembaharu demikian besar. Saat demam "Saatnya Yang Muda Memimpin", gerak tokoh muda yang melatar dan membumi  seakan kering. Disilah letak kosongnya peran Pemuda satu dasawarsa ini.
Seperti apa Peran Pemuda saat ini?
Pertanyaan yang cukup luas. Tapi aku berpikir tak ada beda Muda atau Tua. Muda lebih pada harapan yang panjang untuk kelanjutan negeri ini. Bila Pemuda Tahun 1928 bersumpah untuk: Bertanah Satu,Berbangsa Satu, dan Berbahasa satu, seperti apa Aktualisasi peran itu saat ini?
Kembali ke tema basi di awal. Peran terbaik adalah melakukan hal terbaik yang kita jalani saat ini. Pelajar tekunlah belajar, Pekerja tekunlah bekerja. Pejabat tunjukkan pengabdian sebagai abdi bangsa. Saat satu sisi telah berjalan pada jalur yang benar, bangsa ini akan kembali ke jalur yang benar.
Gampang amat solusinya?
Siapa bilang susah. Bila kita menganggap susah berarti tanda-tanda kita menuju ke'basi"-an ada dalam diri kita. Ah basi bangetpostingan-ku kali ini. Yah Setidaknya masih berusaha untuk tidak selalu basi.....

NB :Gambar diambil dari pemuda masa kini

[+/-] Selengkapnya...

Selamat Hari Blogger Nasional 2008



Ternyata hari ini adalah hari Blogger Nasional.
Meskipun aku termasuk Newbi dan kacangan dalam urusan nge-blog tak apalah aku ikut menyemarakkan ruang sosialita yang semakin menyebar di masyarakat dunia maya ini. Budaya Nge-Blog sendiri di Indonesia jika tak salah telah berkembang di awal tahun 2000an. Sekarang menurut Wicaksono sebagai Chairman Pestablogger 2008, saat ini blogger di Indonesia berjumlah tak kurang dari 500.000 pe-blogger.

Hari Blogger Nasional
Hari Bolgger Nasional sendiri dedeklarasikan oleh Menteri Komunikasi dan Informatika (Menkominfo) Mohammad Nuh tanggal 27 Oktober 2007. Deklarasi bersamaan dengan penyelenggaraan acara Pesta Blogger 2007 di Blitz Megaplex Grand Indonesia, Jakarta.
Pesta Blogger 2007 sendiri adalah sebuah acara gathering para blogger Indonesia yang dihadiri hampir 500 orang perwakilan dari banyak komunitas blogger Indonesia. Acara tahun pertama itu mengusung tema “Suara Baru Indonesia” dan didukung oleh Departmen Komunikasi dan Informatika Republik Indonesia.
Pesta Blogger 2008 sendiri akan bertema “Blogging for Society” yang rencananya akan digelar pada hari Sabtu, 22 November 2008, di Gedung BPPT II, Lantai 3, Jl. MH Thamrin no. 8, Jakarta (seberang Hotel Sari Pan Pacific). Acara Ini diperkirakan dihadiri sekitar 1000 blogger se-Indonesia.
Akhirnya Selamat Hari Blogger Nsional  untuk semua Blogger di Indonesia.
Semoga membuat Indonesia lebih semarak lagi . Salam Hangat...

NB: Bagi yang ingin berpatisipasi di Pesta Blogger 2008
Bisa melihat Info lengkap Pesta Blogger 2008 ada di : pestablogger.com

[+/-] Selengkapnya...

Memilih "Kaca Mata" dalam Melihat Krisis



Kehidupan bukan soal kepada peristiwa apa yang sedang terjadi, tetapi soal bagaimana kita menghadapi peristiwa itu. Atau lebih jauh mengutip Randy Pausch ( Last Lecture); “Kita tidak bisa mengubah kartu-kartu yang dibagikan kepada kita, kecuali bagaimana cara kita memainkannya”. Perlu kacamata yang tepat untuk melihat segala peristiwa yang terjadi. dalam bahasa lebih awam cara pandang kita. Terus kacamata apa yang tepat untuk melihat kondisi  krisis global saat ini?

Krisis global yang bermula dari macetnya kredit perumahan Subprime Mortgage di Amerika. Rontoknya lembaga keuangan raksasa Lehman Brother disusul anjloknya pasar bursa dikhawatirkan akan menjadi resesi dunia berkepanjangan. Rontoknya Imperium Ekonomi Amerika membuat banyak analisis berpendapat ini pertanda akhir Ekonomi Liberal Kapitalis. Setauku ekonomi Amerika dan kebanyakan Negara maju banyak disokong oleh sektor keuangan (dengan segala macam pembiayaan) yang biasa disebut “ekonomi lipstick”. Ekonomi didasarkan pada “optimisme berlebih”, sehingga menimbulkan gelembung kosong pertumbuhan yang akan meledak suatu waktu.
Melihat Posisi Ekonomi Indonesia.
Sebagai salah satu anggota ekonomi global, pastilah Indonesia kena getahnya. Indeks Bursa anjlok, Rupiah melemah dan akhirnya kepanikan yang tak perlu dimanfaatkan pihak tak bertanggung jawab (baca para spekulan).
Sebenarnya kita harus melihat krisis ini dengan kacamata yang berbeda. Secara riil bursa saham di Indonesia masih sedikit kontribusinya dalam ekonomi dalam negeri.Menurut para ekonom cuma sekitar 5% saja. Ekonomi kita banyak bergerak di sektor riil dan terbukti lebih tahan krisis seperti usaha di bidang UKM. Memang dampak krisis keuangan di AS menjadikan efek domino kepada kita. Kepanikan para investor –yang kebanyakan asing- banyak menjual saham yang berakibat turunnya indeks. Para investor asing mengalihkan dananya ke luar yang berakibat nilai Dolar AS naik. Ironisnya ekonomi kita memakai kondisi psikologis yang didasarkan nilai Dolar. Dolar naik ekonomi panik ditandai harga yang semua naik karena kita telah kebanyakan barang import.
Singkatnya kita harus melihat kondisi sekarang dari sudut padang peluang. Mengambil hikmah dari “Gelas Setengan Isi atau setengah kosong”, ini adalah turning point kita untuk bangkit. Contoh sederhana adalah:
1. Kita harus menguatkan kekuatan ekonomi dalam negeri dalam bentuk: “ Kemandirian”.
Simpel tetapi susah karena kita sudah masuk dalam pusaran kapitalisme global.
Satu contoh ; Ekonomi riil nonformal adalah wujud kemandirian rakyat. Sudah saatnya fokus kita adalah menguatkan pertumbuhan sektor ini dengan semakin memudahkan kredit UMKM.
2. “Cinta Produk dalam negeri” sudah saaatnya bukan sebatas slogan tetapi menjadi kebutuhan bersama.
Iklan Politik Prabowo mungkin agak relevan dengan kasus ini, produk kita tidak kalah dengan luar negeri dan sudah saatnya porsi konsumsi -bentuk maupun cara - dalam negeri kita tingkatkan. Kalau bukan kita, siapa lagi?
3. Produk Ekspor berbahan baku lokal haruslah punya “Added Value”
Pengolahan hasil pertanian atau sumber daya alam lainnya akan membuka lapangan kerja dalam negeri dengan adanya industri pengolahanya. Sekali lagi kemandirian
4. Percaya kepada Kebijakan Pemerintah .
Kepanikan yang terjadi selama ini karena ekonomi fundamental Indonesia kurang kuat dan sering termakan oleh isu tak bertanggung jawab, bukan percaya sepenuhnya pada kebijakan dan advice dari pemerintah.

Melihat peristiwa memang harus jelas dan tau posisi kita sebenarnya. Bila kita kurang jelas melihatnya, ambillah "kaca mata" yang tepat untuk membantu dengan jelas melihat. Salah Kaca mata akan berakibat salah baca yang berujung salah keputusan.

NB: Gambar ilustrasi diambil dari  sini dan diolah seperlunya

[+/-] Selengkapnya...

Dari Laskar Pelangi untuk Kita…



Setelah beberapa kali gagal mendapatkan tiket “Laskar Pelangi”, sabtu kemarin kesampaian juga menonton film ini. Sejenak mengikuti santainya para birokrat kita melupakan hantu krisis yang menghantui dunia ini. Bila dunia sedang membuka aib “kebobrokan” Ekonomi Amerika karena keserakahanya. Film ini sederhana saja membantu menemukan satu hal yang hilang dari negeri ini. Kesejanakan yang menghibur dan menginspirasi…


Secara teknik pratis film ini memang di atas rata-rata kualitas film Indonesia. Gambar yang indah yang menggambarkan Belitong yang memang indah. Kasting pemain yang dikhawatirkan banyak pengamat justru dijungkirbalikkan. Akting ke sepuluh anak sangat alami, karena mereka sepeti melakoni keseharian mereka. Logat melayu belitong yang khas menambah film ini terasa enak untuk diikuti.
Plot cerita yang setia dengan novel membuat setiap adegan mencoba menjawab imajinasi kita akan cerita dalam novel.Memang sih pasti ada yang belum sepenuhnya terjawab karena memang visulaisai tak akan menjawab 100 persen imajinasi kita.
Memori semangat masa kecil dan pentingnya kita mempunyai mimpi masa depan menjadi tema yang ditegaskan oleh Riri Riza. Ironi sebuah sekolah dasar Muhammadiyah yang berhasrat eksis untuk sebuah tujuan mulia; mengajarkan nilai pendidikan secara utuh. Dalam sebuah adegan Pak Harfan menegaskan bahwa sekolah ini bukan bertujuan menilai kepandaian anak-nakanya hanya dengan nilai-nilai, tetapi kecerdasan dan kepribadian yang berasal dari hati. Akhlakul karimah, bisa jadi satu kata untuk menjelaskan tujuan itu atau dalam istilah umum “manusia unggul”. Terselip juga pesan kehidupan tentang makna memberi sebanyak-banyaknya bukan menerima sebanyak-banyaknya. Jadi ingat postingan beberapa bulan lalu tentang memberi dan menerima. Kembali ke Ironi pendidikan, ini memang jamak kita temui di seluruh negeri ini, bahkan di pelosok pulau jawa pun saat ini masih saja terjadi.Semangat mengajar “pahlawan tanpa tanda jasa” tak diimbangi hasrat besar penguasa dalam kebijakan.
Kekuatan mimpi dengan tantanganya, mau tidak mau mengingatkan kita semua akan sesuatu yang hilang dalam bangsa ini. Inilah Indonesia yang sesungguhnya kata Presiden SBY setelah menonton film ini. Tokoh Lintang yang justru terlihat lebih dominan dibanding Ikal menunjukkan semangat itu. Sayang adegan akhir dari ironi ini menurutku kurang tergarap lebih dramatis oleh Riri Reza.
Sebagai sedikit kritikanku; mungkin banyak adegan yang tak dieksekusi secara tuntas. Mungkin saking banyaknya adegan penting dan terimajinasi kuat di benak penonton - tentunya bagi yang sudah baca novelnya- dia harus relistis memilahnya.
Setidaknya, tema dan pesan yang akan disampaikan telah tercapai oleh film ini. Secara sederhana film ini sekedar merenung sejenak akan ;
Satu kepastian diantara berbagai ketidakpastian negeri ini
Satu optimisme diantara berbagai ketidakoptimisme negeri ini.
Dan mengingatkan satu yang hilang diantara banyak yang hilang dari negeri ini…


NB:gambar diambil dari sini

[+/-] Selengkapnya...

Satu Tahun dalam Satu Episode Kartun



Bisa jadi ini hal yang tak terlalu penting, bahkan terkesan remeh-temeh. Tetapi sindiran yang agak menggelitik, tak ada salahnya aku comot dari kartun si Beny n Mice Kompas minggu lalu sebagai bahan renungan kita.
Pertama kita akan pasti tertawa melihat cerita dalam adegan ini.
Tetapi sejenak kemudian pasti kita terhenti, bukankah kita menertawakan diri kita sendiri?

Rutinitas kaum urban yang mencari penghidupan di kota. Kerja keras dan rutinitas dalam keseharian, bisa jadi tanpa jeda. Di hari lebaran kita berhasrat merayakan perjuangan kita di kampung halaman. Bagi-bagi kebahagiaan dengan sesama, dan ini mungkin kebahagiaan tertinggi manusia ; “berbagi”. Puncak dari upaya menunjukkan pencapaian kita. Pada akhirnya jeda itu selesai dan kembali ke ritme semula, dan mulai dari nol..
Sesimple itukan hidup kita (khususnya kaum urban)? Saking simplenya hanya cukup diwakilkan dalam sebuah episode kartun.
Nyatanya hidup itu memang simple, kita saja yang membuat hidup ini rumit…

NB; Gambar diambil dari Kompas edisi e-paper

[+/-] Selengkapnya...

Akhirnya Kembali (lagi)..



Bila kehidupan punya jeda, Lebaran adalah satu dari jeda itu...
Bila kehidupan perlu Perayaan, Lebaranlah puncak perayaan itu.
Bila Kehidupan perlu Silaturahmi, lebaran-lah puncak selebrasi silaturahmi.
Bila Kehidupan adalah perjalanan menuju kampung akherat. Lebaran adalah pulang ke kampung halaman.
Bila Kehidupan perlu makan enak, Lebaranlah waktu makanan enak muncul bersamaan...(
mak nyuss)...
Lebaran adalah kehidupan, dan juga Perayaan kehidupan…
.


Tradisi mudik tahunan untuk merayakan lebaran tak lekang oleh waktu, bahkan semakin menunjukkan sebagai "tradisi abadi" bangsa ini. Toh di tengah semakin mudahnya orang bersilaturahmi dan bersapa dengan semakin luasnya jaringan informasi, belum afdol jika belum mudik bertemu sanak saudara.
Lebaran mempunyai banyak arti bagi banyak orang. Setelah satu bulan berpuasa, satu tahun beraktifitas (bisa jadi tanpa jeda). Bila dalam konteks agama puasa adalah menuju manusia bertaqwa , maka dalam konteks masyarakat lebaran merupakan akhir dari proses manusia yang “eling lan waspadha”. Selalu ingat dan waspada, adalah arti taqwa secara sederhana. Lebaran selalu saja mengingatkan segalanya.
Merayakan Kehidupan ?
Bila sebuah kehidupan layak dirayakan, kapan saat tepat merayakanya? Bagi sebagian orang (baca kaum urban) lebaran-lah waktu yang tepat. Kerja setahun tanpa henti, tanpa jeda, demi mendapatkan kehidupan layak. Lebaran waktu yang layak untuk menunjukkan keberhasilana pencapaian itu. Proses ini telah ter-Komodifikasi dalam bentuk pencapaian material. Seseorang yang berhasil maerantau dengan membawa capaian keberhasilan dalam bentuk-bentuk berwujud material. Kendaraan yang mewah, dandanan modern, kantong tebal, adalah beberapa contoh diantara parameter keberhasilan.
Bagiku lebaran adalah rehat sejenak dari rutinitas untuk kemudian berevaluasi menata kembali rencana masa depan. Bila orang beresolusi di awal tahun, aku berusaha punya resolusi di lebaran ini untuk minimal satu tahun ke depan untuk mewujudkan rencana yang belum tercapai. Banyak dan tak akan selesai tertulis dalam satu lebar kertas folio.
Mendadak Filosofis nih...
Akhirnya jeda itu berakhir juga…
Akhirnya kembali lagi menjejaki Jakarta dengan hiruk pikuknya....
Merayakan kehidupan sehari-hari yang sebenarnya…
"Ke Jakarta aku akan Kembali " kata Koes Plus....

[+/-] Selengkapnya...