BOM Mengubah Segalanya.


Teror Bom di Hotel JW Marriot dan Ritz Carlton (Jum'at ,17 Juli 2009) di Kawasan Kuningan Jakarta seperti sentilan yang tiba-tiba membuyarkan segala skenario yang selama ini berjalan lancar. Bukan saja iklim keamanan negara kita, tetapi efek Domino di segala bidang. Batalnya klub sebesar MU adalah efek nyata yang langsung dari kejadian ini. Event ini sejatinya akan menjadi simbol aman dan kemampuan kita mengadakan pertandingan kelas dunia. Indonesia yang berencana mencalonkn diri sebagai tuan rumah Piala Dunia 2022 mundur teratur karena kejadian ini.
Satu Kejadian Berefek ke Berbagai Bidang.
Teror Bom kali ini seperti mengubah semua proses di berbagai bidang kita kembali mundur lagi. Proses Demokrasi dan Politik yang sangat dinamis dan teduh beberapa tahun ini kembali terusik.
Pernyataan SBY tentang ada sekelompok golongan tak puas dengan hasil pemilu dan dijadikanya dia sebagai sasaran teror seakan membuat ekskalasi perpolitikan menjadi panas setelah aman selama Pemilu dan Pilpres berlangsung. Entah apa maksud presiden membuat spektrum masalah menjadi melebar. Bisa jadi pernyataa SBY memang benar, tetapi bisa jadi terlalu dini menyimpulkan. Yang Jelas Iklim Politik ke depan mungkin tak semulus pasca Kesuksesan Pemilu 2009 beberapa hari kemarin.
Di bidang Pariwisata, jumlah wisatawan yang bergrafik meningkat beberapa tahun ini harus dimulai dengan kembali meyakinkan dunia akan keamanan Indonesia untuk mempertahankan iklim positif ini. Iklim pariwisata kembali ketar-ketir menghadapi kejadian ini. Traumatik Bom Bali I dan II kembali menghantui para pelaku jasa sektor ini.
Di bidang Sosial keagamaan tentunya akan kembali diliputi isu-isu lama yang selama ini telah hampir hilang. Kelompok Jama’ah Islamiyah yang notabene dicitrakan sebagai kelompok Islam radikal dan bercitra teroris ternyata belum mati, setidaknya itu analisa awal media atas kejadian ini. Gembong lama kelompok Nurdin M Top Cs tentu akan kembali di buru ke berbagai daerah secara intensif . Tentunya ujung-ujungnya berdampak pada Umat Islam yang selama ini selalu menerima getah atas kejadian teror yang berlangsung.
Semoga semua dugaan saya ini salah. Teror bom di Kuningan itu kita harapkan cuma upaya sekelompok masyarakat minoritas yang tak puas dengan keadaan Dunia, sehingga selalu cari gara-gara.
Pertanyaannya Kenapa masih saja ada segelintir orang yang senang menebar kedengkian. Satu Kedengkian akan menyulut kedengkian yang berkepanjangan, bahkan sangat susah untuk dihentikan.
Semoga Kita Semua Bisa bersatu dan saling menguatkan menghadapi semua Teror ini.
Satu kata kita harus tetap Optimis.

[+/-] Selengkapnya...

KOALISI>>AMBISI>>GALAGASI...??

Sekedar Berekspresi saja.
Berusaha tak banyak kata....
Karena beribu kata telah memenuhi ruang kita tiap harinya..."PENUH"
Tak tahu sebenarnya untuk siapa mereka bicara dan berbuat..
KOALISI atas Nama AMBISI..
GALAGASI politik kesana kemari, seperti tanpa Nurani..
Akhirnya semua seperti sebuah kesepakatan...Kita lihat saja nanti.
Tapi sepertinya telah terlanjur Basiii...


[+/-] Selengkapnya...

REKONSILIASI

Bukan maksud mendramatisir keadaan, karena kata itu akan tepat digunakan dalam untuk mendamaikan sebuah persoalan- semisal konflik-. Sekedar meminjam kata sebagai langkah awal diri ini kembali menggairahkan rasa yang sempat terjerembab karena berbagai hal. Kesibukan dan rutinitas memang secara perlahan memandulkan hasrat menulis yang sebenarnya masih perlu banyak nutrisi melanjutkanya.
Kecil tapi tak mudah, sekedar mengungkapkan apa yang berkelindan di otak setiap harinya. Ditambah virus M yang semakin menjadi-jadi menambah stamina menulis semakin melayu.
Banyak peristiwa yang pastinya aku lewatkan. Pemilu dan gempita perpolitikan adalah tema begitu-begitu saja namun tak akan pernah membosankan. Peristiwa lainnya yang tak kalah seru juga sepertinya aku sia-siakan. Weekend seru dan segala rutinitas pengisi "jeda" kehidupan tak kalah berbobot sebenarnya bila sempat merekamnya dalam tulisan. Tapi akhirnya "Ya Sudahlah", kata terakhirku bila tak lagi diri ini punya argumen menghindar.
Makna rekonsiliasi sebenarnya cuma upaya pemantik diri kembali ke "hasrat semula" yang sejenak pulas terbuai dunia rutinitas. Kucoba untuk berekonsiliasi dengan waktu, dengan sejenak yang berbekas bernama tulisan. Sejenak memaksa diri menitipkan ungkapan ringan di ruangan ini. Rekonsiliasi?...entah pas atau tidak aku meminjam istilah ini, tapi yang pasti saat ini aku merasa kata ini terasa "dahsyat"sebagai upaya bangun dari tidur panjangku, hehe...

[+/-] Selengkapnya...

OH IKLAN....OH CALEG...

Sejenak saja bikin poster anti tesis iklan politik Caleg.
Sekedar berujar melawan arus..., untuk meyentil iklan kampanye yang seragam ....
Iklan Kampanye yang saling klaim keberhasilan dan pengabdian....
Iklan Kampanye yang Narsistik....
Iklan Kampanye yang memanipulasi keadaan..
Iklan kampanye yang segala sesuatu nampak indah.
Bisakah Anda lebih Peka...?

[+/-] Selengkapnya...

"Perempuan Berkalung Sorban" yang Melelahkan...

Perlawanan seorang santri muslimah anak kyai, perjuangan mendapatkan cinta sejati dan segala ketidakadilan bagi wanita. Mungkin sederet hasrat tersebut yang akan disampaikan Hanung dalam film terbarunya. Sepanjang durasi Perempuan Berkalung Sorban, mau tak mau kita teringat film fenomenal Hanung sebelumnya; Ayat-ayat Cinta yang sangat terasa sepanjang film. Kali ini kisah yang diangkat menurut Hanung ini memang rentan kontroversi. Film ini diangkat dari Novel dengan judul sama karangan Abidah El- Khalieqy.
Bercerita tentang Annisa (Revalina S Temat)anak kyai Hanan dari pesantren Al-Huda yang sedak kecil menerima perbedaan perlakuan di keluarga hanya karena dia perempuan. Ketidakadilan ini sekan mendapat media yang tepat untuk berbagi dengan Khudori (Oka Antara), paman jauh dari pihak Ibu Annisa. Disamping tukar pikiran yang sangat ‘chemistry’, benih cinta tumbuh namun terbentur tradisi kolot yang dipegang keluarga dan kultur pesantren.
Singkat Cerita Annisa dijodohkan dengan Samsudin (Reza Rahadian) anak seorang kyai kaya karib Kyai Hanan. Sedangkan Khudori hanya menyesali nasib karena harus membunuh perasaan cintanya selama kuliah di Mesir. Selanjutnya cerita sangat padat meluncur sepanjang film. Kekerasan rumah tangga yang dialami Annisa dan Kisah cinta yang datang kembali antara Khudhori dan Annisa yang berujung fitnah kepada keduanya berzina adalah klimaks yang belum selesai. Kehidupan Annisa baru sebagai aktifis di bidang advokasi perempuan sampai akhirnya menikah dengan Khudori dan punya anak adalah gambaran klimaks kedua (atau entah ke berapa), Sampai Khudori yang meninggal secara tragis. Sampai dengan ending cerita tentang terbukanya pikiran Pesantren Al-Huda dengan bacaan dunia luar untuk santrinya, pesan sangat gamblang tersampaikan. Kesetaraan, Keadilan dan arti Kebebasan yang sebenarnya dapat dengan mudah kita dapatkan dari adegan yang serba jelas sepanjang film.
Menurutku beberapa adegan yang menyatakan pemberontakan seorang wanita atas kungkungan budaya dan dogma ajaran agama selama di pesantren digambarkan dengan agak provokatif. Ini yang menjadi satu hal hal yang kurang tergambar halus. Hubungan personal antar Annisa dan Khudori seharusnya lebih bisa menguras emosi penonton tampak datar di sana-sini. Meski demikian Oka Antara menunjukkan kemampuan maksimalnya berperan menjiwai sosok Khudori yang lemah lembut dan sabar. Selebihnya tokoh besar lain yang muncul bermain dalam tataran standart kalau melihat pengalamanya.
Durasi Film yang sangat panjang membuat film sangat menguras tenaga bahkan capai di tengah cerita. Banyak adegan yang sangat dipertanyakan kebutuhannya, membuat film ini terasa membosankan di beberapa adegan. Adegan ranjang yang tak perlu, kekerasan yang tersa vulgar. Bebarapa adegan lain yang membuat durasi yang melelahkan sangat membuat film ini benar-benar kurang menggigit.
Bisa jadi sudut pandang lelaki-ku menganggap tema yang diangkat sebenarnya sudah kurang “aktual” saat ini. Gambaran sebuah pesantren yang masih kaku menerima iklim keterbukaan dan modernisasi bisa jadi masih ada di beberapa daerah. Tetapi masalah kekolotan terlihat agak konyol bila tergambar dalam bingkai ungkap hiburan modern saat ini. Orang tahu setting Film (sekitar tahun 90an) masih dalam suasana tertutup dengan keterbukaan. Tetapi apakah perlu adegan pembakaran buku diperlihatkan sevulgar itu. Bisa Jadi kita ketawa melihat buku “Bumi Manusia” dan buku yang dianggap "kekirian" lainya dibakar dan dianggap sesat, sedangkan keluar bioskop sangat dengan mudah membaca bukunya di Toko sebelah. Sebuah aktualisasi tema yang kurang tergarap dengan maksimal. Disamping musik pengiring yang terasa kurang mengangkat, kembali bila dibanding dengan pendahulunya; AAC.
Aku tak tahu dengan apa yang menjadi titik lemah utama film Hanung Kali ini. Tetapi satu catatan adalah; Terlalu banyak yang mau disampaikan dengan adegan. Ini bisa jadi proses kreasi Hanung yang kurang meloncat jauh lagi Pasca AAC.
Entahlah…, tapi tetap saja aku kasih lima point gratis untuk Hanung bila kita bandingkan dengan film lokal horor yang membuat kita merasa semakin mundur aja dalam ber-film. He...2

[+/-] Selengkapnya...

Pada Suatu Waktu, di Ujung 2008

Cerita yang terlambat. Sambutan pergantian tahun baru yang sederhana saja, dan Awal tahun yang tak punya resolusi tertulis (yakin saja dengan resolusi di hati). Segalanya seperti kereta cepat yang sekejap lalu melintas sebuah stasiun kecil. Tahun baru datang lagi sedang catatan tahun lalu belum selesai kucatat sepenuhnya.Toh semua memang harus kita lewati.Sekedar selebrasi kuhabiskan pergantian tahun di dalam kota saja. Liburan akhir tahun memang sudah jauh kurencanakan tak melakukan perjalanan jauh ke luar kota. Panjangnya hari libur tahun ini sengaja akan kulalui dengan aktifitas memanjakan kesenangan yang tertunda. Inilah rentetan kebebasan hidup yang kadang langka di tengah rutinitas.
Setumpuk buku yang semoga selesai terbaca, bersepeda ke tempat-tempat seru dan berekreasi di obyek dalam kota setidaknya cukup untuk mengasah otak dan perasaan kita yang tumpul oleh rutinitas hidup. “Gelap Mata” di Gramedia karena diskon Grand Opening gerai-nya adalah satu tugas akhir tahun ini. Tak sadar stok buku menumpuk untuk antre dinikmati sembari merasakan sepoi angin pnggir empang belakang kontrakan.

Sayangnya kontrakanku di Ciputat harus aku tinggalkan. Demi efisiensi jarak dan waktu, aku harus pindah kos. Walhasil pindahan menjadi agenda besar juga di libur akhir tahun. Menyortir koran bekas setinggi lebih satu meter adalah tugas terberat sebelum menjualnya ke tukang loakan.
Tetapi aku merasa enjoy degan liburan ini. Aku masih sempat kok bersepeda ke jalur seru para “Goweser”. Selain menikmati Jalur Pipa Gas (JPG), aku juga nekat ikut rombongan yang baru aku kenal untuk menyusuri jalur Cihuni. Jalur yang lumayan variatif; dari jalan kampung, perumahan dan menyebrangi sungai dengan Rakit adalah liburan tak kalah seru di pinggiran Kota. Di sela jalur yang sebentar lagi akan berdiri perumahan BSD cluster terbaru, kita bisa sedikit beranalisis tentang realitas pertumbuhan kota yang semakin menggurita mencengkeram daerah pinggiran. Siapa sangka BSD yang dulunya “hutan karet” tempat pembuangan mayat yang angker akan menjadi sebuah kota satelit yang kinclong dan selalu diburu konsumen.
Sepenuhnya juga aku tak “nongkrong di kos” selama liburan. Kegiatan “asah gergaji” masa liburan ini bisa aku habiskan dengan berkange-ria dengan ortu dan keluarga di jakarta. Sebagai ganti tak mudik ke kampung, kedua ortu akan bersilaturahmi di Jakarta. Selain menikmati malam pergantian tahun di Jakarta, jalan-jalan keluarga di Jakarta adalah hal baru selama jadi orang rantau di Jakarta. Belanja ke Pasar Tanah Abang sekedar menikmati nuansa belanja ala ibukota. Dilanjutkan mengunjungi Monas di kala senja di akhir 2008, sampai akhirnya menghabiskan tahun 2008 bersama anggota keluarga lengkap di Jakarta.

Lebih lengkap kebersamaan, bersama handai taulan merayakan tahun baru dengan rekreasi ke Taman Mini di sisa libur awal tahun. Kebersamaan yang seakan membasahi dahaga kerinduan yang bermuara kebahagiaan. Kebahagiaan kecil yang kadang tak kita syukuri.
Demikianlah, bagaimanapun liburan itu berjalan, tak terpengaruh dimana akan kita habiskan. Mengutip kembali SMS yang kukirim ke seorang temanku;
Tak perlu harus selalu ke Pantai untuk lapangkan hati kita , yang penting menjaga perasaan Hati kita seluas samudera.
Tak perlu harus selalu naik ke gunung , yang penting kita bisa menjaga mimpi dan Cita kita setinggi gunung…Ungkapan dari seorang Pujangga amatiran imbuhku.
Oh Liburan…kapan datang Lagi?...
Secuil doa hanya bisa kuucap menyambut tahun yang baru:"Semoga tahun ini lebih baik lagi....."

[+/-] Selengkapnya...