Dunia bersorak bersama menyambut Kemenangan Barrack Obama.Seorang keturunan Afro-Amerika pertama akhirnya terpilih menjadi Presiden Amerika ke -44. "Perubahan Telah datang", satu inti kata yang diucapkannya dalam pidato kemenangan dia. Ucapan yang akan ditunggu-tunggu oleh publik dunia di empat tahun ke depan.
Obama telah membawa harapan baru bagi Amerika dan dunia, dan ketinggalan Indonesia menjadi bagian eforia itu. Tiga tahun pernah tinggal di Indonesia (sekolah di SD Menteng 01), banyak membawa perasaan sentimentil kita tentang kenangan sosok Barry kecil hingga sekarang menggapai impian terbesarnya. Teman dan juga orang terdekat Obama mendadak menjadi orang penting karena media antri menanyakan serba-serbi sosok si Barry. Cerita Anak Menteng yang menembus Gedung Putih menjadi berita yang sangat renyah bagi media. Andai Obama memakai nama belakang bapak tirinya; Lolo Sutoro di belakang nama Barrack menjadi Barrack Sutoro , alangkah semakin sentimentilnya kita berkata bahwa : Obama mesti wong Jowo..., hahaha...
Menunggu Kiprah "Super OBAMA"
Terlepas sentimentil semua eforia kemenangan Obama. Beban dia sebagai penerus Amerika sangat berat. Kebrobokan dunia sudah sangat parah akibat ulah Presiden Bush. Krisis Timur Tengah dan paling anyar Krisis Finansial sebagai wujud meletusnya gelembung kosong pertumbuhan ekonomi Amerika adalah sederet tugas Obama ke depan.
Tetapi langkah dunia telah bergerak bersama menyambut harapan baru. Satu kata untuk mengatakan Percaya Obama akan membawa perubahan itu. Obama mungkin bukan Superman, tetapi Obamamempunyai kesempatan besar mengubah masa depan dunia. Satu tangan Obama telah menenteng satu keranjang berisi "Harapan Dunia" kemudian satu tangan lagi adalah kuasa Obama untuk melakukannya.
Selamat buat Obama yang benar-benar menghipnotis dunia.
Semoga Menjadi benar-benar "Super Obama" bagi dunia.
NB:Gambar diambil dari sini
Super OBAMA
Presiden Tua vs Presiden Muda
Pro-kontra tentang umur calon presiden seperti jadi tema usang dengan cover baru menjelang pesta demokrasi Indonesia delapan bulan lagi. Tetapi belakangan tema ini semakin menggelinding menjadi sebuah narasi besar diskusi masa depan kepemimpinan Indonesia. Bila dalam tulisanku tentang "kepemimpinan" sebelumnya aku bercerita tentang karakter pemimpin yang kita butuhkan. Sekarang aku lebih tertarik bicara sudut pandang Calon Presiden Indonesia di 2009 nanti.
Perdebatan Presiden Tua-Muda ini seakan menjadi obrolan yang ngalor ngidul yang berpotensi adanya distorsi wacana tentang kepemimpinan itu sendiri. Kasus pancingan Presiden PKS di Musykernas di Makassar tentang saatnya kaum tua minggir untuk memberi kesempatan muda meminggir dihadapi sinis oleh kaum muda (dalam hal ini Megawati yang digambarkan berang oleh Media). Sebetulnya urusan tua-muda bukan esensi utama dari president kita, tetapi esensi "perubahan dalam kepemimpinan" yang seharusnya jadi narasi utama yang terus menggelinding mendekati pergantian RI1.
Dalam Debat dan diskusi tua-muda ini di beberapa TV ("Debat" di TVOne dan Today's Dialog" di MetroTV) beberapa hari lalu, nampak sekali benturan ini rentan masuk pada perdebatan yang tidak cerdas dan elegan dan akhirnya menimbulkan kedengkian antar elemen masyarakat. Dalam pandanganku wacana yang seharusnya adalah tema perubahan itu sendiri, dan akan terjadi blunder politik jika isu ini tidak dikemas dengan baik, misal dikotomi tua muda itu sendiri. Tema akan lebih menarik jika Muda diartikan dalam pemikiran yang inovasi dan punya visi ke depan memperbaiki bangsa.
Demam Obama dan angin perubahan dari Kaum Muda
Demam Obama sepertinya turut membawa optimisme angin perubahan politik Amerika dan Dunia. Tokoh "Balita" dari partai demokrat AS ini seakan menginspirasi Kaum muda untuk maju memimpin, tak terkecuali Indonesia. Beberapa tokoh muda mulai berani mencitrakan diri sebagai calon, walaupun sebagian masih belum secara terang-terangan. Fadjroel Rahman, mantan aktivis mahasiswa yang pernah jadi tahanan politik, Prabowo ketua HKTI dan mantan Komandan Kopassus, Tifatul ketua umum PKS (belum jelas juga maksudnya), Sutrisno Bachir ketua umum PAN (belum jelas juga arah iklannya), dan Rizal Mallarangeng yang Kita Kenal sebagai host di "Save Our Nation" di MetroTV) adalah sebagian tokoh yang mengemuka. Semua sadar Pencitraan adalah modal penting seorang tokoh politik di era Informasi ini. Salah satunya lewat Iklan Politik untuk perkenalan diri ke masyarakat. Seberapa besar efektifnya harus kita lihat perkembangan ke depan. Tetapi sejauh yang aku aku lihat, apa yang mereka tawarkan belum terlihat jelas dan belum benyak beda dari sebelumnya.
Pemimpin Muda : Kenapa tidak?
Intinya sih aku tak mau mengkotakkan capres harus tua atau Muda.
Tetapi Negeri ini perlu perubahan...
Perlu digarisbawahi, jikalau masih berharap pada yang tua sampai kapan kita harus berharap?
Dalam pandangan Yasraf Amir Piliang ;Bangsa-bangsa tak lagi dapat dipimpin generasi lama. Diperlukan pemimpin "Generasi Kuantum, "Pemimpin Muda"yang mampu secara cepat mengelola elemen sosial, ekonomi, politik, budaya dengan cepat dan adaptif terhadap perubahan yang terjadi (baca opini Kompas 22 Juli 2008). Pertanyaannya selanjutnya tentu kembali lagi ke kemampuan pemimpin. Satu dasawarsa cukup untuk yang tua berkuasa, bukan maksud mencela tetapi lebih ke evaluasi.
Kepemimpinan butuh perubahan, jika satu gagal kenapa tak coba yang lain?.
Jika yang tua gagal, kenapa tak coba yang muda?
Mencari Pemimpin
Hakekat pemimpin bukan terletak pada sebuah sosok individu semata. Tetapi lebih jauh lagi sebuah makna seseorang yang mampu meng-empower segala sendi dan bagian dari yang dia pimpin. Diskusi dan kajian kepemimpinan sekan menyeruak kembali seiring semakin dekatnya kita memilih wakil dan Presiden kita di Pemilu 2009.
Kehausan seorang pemimpin impian seakan semakin menemui batas tipis antara sebuah harapan rasional dan irasional, Hal ini ditandai dengan tidak semakin hilangya mitos “Ratu Adil” di tengah masyarakat, justru semakin menguat di tengah harapan masyarakat. Dalam ranah kajian ilmiah tentu perlu dibuktikan.
Tetapi dalam tataran wacana kehidupan berdemokrasi hal ini nyata tergambar dalam beberapa “pilkada” di beberapa daerah. Tingkat Golput yang cenderung tinggi yang oleh sebagian pengamat dijadikan gambaran kepercayaan publik terhadap pemimpinnya meskipun itu sangat tergantung iklim politik lokal di setiap pilkada.
10 tahun Reformasi, tiga kali pergantian Presiden tampaknya harapan rakyat tentang datangnya Presiden yang menyejahterakan seakan semakin jauh panggang daripada api. Kesejahteraan rakyat yang terlihat dari indikasi dasar semakin terlihat memrihatinkan. Kita seakan terjebak dalam “kemunduran peradaban” jika boleh dikatakan dengan kata-kata ekstrim itu. Kelangkaan BBM, krisis energi dan menurunnya kualitas pemenuhan kebutuhan pokok sangat sahih dijadikan beberapa.
Pada titik ini aku berani mengatakan Kita butuh Pemimpin yang “Membebaskan”. Merevolusi segala kemunduran ini dengan sebuah tangan yang kuat. Indonesia sudah terjebak dalam permainan ekonomi dunia dalam omong kosong bernama “globalisasi”. Inonesia dipaksa dan dengan senang hati menikmati pasar “neoliberalime” yang nyata-nya menggerogoti identitas negara dan menyengsarakan rakyat. Kita seakan berada di dunia yang sebenarnya kita belum saatnya memasukinya. Dan perlu dicatat ini adalah kebijakan pemimpin kita. Kita butuh seorang pemimpin yang berani mengobarkan semangat antitesis terhadap tesis yang nyata salah oleh pemimpin sebelumnya.
Siapa sebenarnya yang pantas melihat tokoh yang muncul di Iklan Politik di sepanjang hari. Kita tunggu komitmen mereka dalam dimensi “ruang dan waktu” ke delapan bulan depan.