10 Film Indonesia Paling Berkesan



Semalam sambil tetirah di malam yang gerah akau dapet tema menarik di MetroTV.
Bertajuk Metro10, dengan bahasan 10 film Indonesia paling berkesan di hati penonton. Metode responden (aku lupa tidak tau jumlahnya) diambil untuk dijadikan sample survey. Hasilnya 10 Film Indonesia paling berkesan adalah :
1. Ayat-ayat Cinta (2008)
2. Nagabonar (1987- release ulang 2008)
3. Ada Apa Dengan Cinta (2002)
4. Nagabonar Jadi 2 (2007)
5. Gie (2005)
6. Cut Nyak Dien (1988)
7. Denias, Senandung di Atas Awan (2006)
8. Pemberontakan G30S/PKI (1984)
9. Arisan (2006)
10. Get Married (2008)

Menarik juga urutan yang didapat. Terlepas bagaimana metode sampling yang didapat -berkaitan dengan umur, pendidikan dan daerah- karena tentuanya sangat berpengaruh pada hasil akhir. G30S PKI tentunya, kita mungkin bisa berpendapat berkesan dalam arti “sebuah karya propaganda politik” atau memang menarik murni dari segi “artistic”. Di setiap filmpun punya tema yang beragam, dan sangat bermacam –macam pula kondisi social kulturalnya.
Di akhir ulasan ada benang merah yang dikemukakan si empu survey;
Ternyata Film yang dibuat dengan Ideologi dan hati-lah yang memberi kesan pada penonton Film Indonesia.
Benar atau salah dan dari sudut mana disimpulkan kita tidak bisa menilai secara sepihak.Dan memang acara ini sepertinya acara cuma sebatas menyaring opini masyarakat di masa menghangatnya eforia “Kebangkitan Nasional” dan upaya reaktualisasi semangat “nasionalisme” .
Memang belum jelas juga mau dibawa kemana identitas negeri ini..
So…Gimana pendapat Anda??

[+/-] Selengkapnya...

Kontroversi Kenaikan BBM Menghabiskan Energi Kita



Kenaikan BBM yang akhirnya diambil pemerintah di akhir Mei ini sepertinya tak akan membawa solusi jangka pendek yang baik buat rakyat, khususnya rakyat golongan terbawah. Berbagai alasan yang dikemukakan pemerintah dalam hal ini seakan belum memberi jawaban pertanyaan rakyat . Demo besar sepertinya akan terus menghiasi berbagai sudut jalan di berbagai kota.
Ironisnya, Kebijakan Pemerintah sepertinya belum beranjak untuk memihak kepada rakyat kecil. Permasalahan yang menjadikan tarik ulur di kalangan elit dan pengamat sekitar “penghapusan subsidi BBM” semakin melenceng dan cenderung melupakan esensi penderitaan rakyat. Subsidi di Negara berkembang memang masih diperlukan, tetapi memang harus tepat sasaran. Di sinilah letak persoalan itu. Pemerintah belum mampu menyelesaikan masalahnya; birokrat yang korup, dan “trust” yang semakin rendah dari rakyat membuat pemerintah semakin terjepit.
Bantuan Langsung Tunai Plus(BLT Plus) yang menjadi senjata pemerintah untuk mengalihkan subsidi ke tangan yang tepat memang pantas diragukan. Melihat reputasinya (BLT tahun 2005 terbukti tak efektif) keraguan kita memang cukup logis.. Disamping membuat rakyat semakin bermental peminta, efek yang lebih besar yang langsung dirasakan rakyat kurang menjadi kajian pemerintah.
Disamping itu alasan penyelamatan APBN juga sangat gampang dibantah dengan hitung-hitungan kasar berbagai pengamat. Lagi-lagi persoalan manajemen pemerintah dalam mengelola potensi Negara. Manajemen energi yang amburadul, energi cadangan dan alternative tak juga kita jadikan wacana untuk mengubah paradigma energi kita bersama. Sampai kapan kita akan selalu bersikap seperti ini.
Momentum krisis energi seharusnya benar-benar merevolusi sikap kita dalam mengkonsumsi energi. Energi alternative selain bahan baker fosil harus segera mengubah pola konsumsi kita, karena memang jumlahnya semakin menipis. Kita kaya akan sumber energi dari alam, tetapi tak pintar memanfaatkanya.
Persoaalan Subsidi adalah persoalan saat ini,cukup kecil jika kita bandingkan dengan masa depan negeri ini. Jangan kita habiskan energi kita dalam masalah ini. Masa depan masih panjang dan butuh keseriusan untuk mengubah nasib kita. “Perubahan” adalah sebuah keniscayaan bagi siapa yang berkeinginan mengubah nasib.

[+/-] Selengkapnya...

Uneg-uneg 100 tahun Kebangkitan Nasional


Minggu ini tak hentinya berbagai media mem-blow-up tema Kebangkitan Nasional yang kita peringati ke-100 di tahun ini. Aku ikut eforia ini dengan membeli beberapa media seperti: TEMPO edisi khusus, Kompas edisi kusus, dan berbagai informasi di dunia maya.
Apa makna  peringatan 100 tahun kebangkitan Indonesia?
Kebangkitan Nasional yang kali ini membawa makna penting bagi bangsa. Kita tahu bagaimana pada 20 Mei 1908 Dr. Sutomo, Dr Wahidin dan kawan-Kawan mendeklarasikan Budi Oetomo disemangati sebuah kesadaran. Kesadaran untuk bangkit dari ketertidasan, penjajahan dan ketertinggalan. Sebagaimana makna bangkit, pasti dimulai sebuah kesadaran. bangun dari tidur kita sadar bahwa kita harus segera beraktifitas dan berkegiatan. Bukan hanya terus menerus bermimpi tanpa adanya upaya mewujudkan mimpi.

Mimpi, Tersadar untuk Bangkit, Selanjutnya??
Aku sendiri berpendapat kebangkitan harus datang pada diri setiap insan.Kebangkitan tak bisa begitu saja berhenti pada tahap slogan bersama tanpa makna. perayaan seremonial adalah upaya hype aja. Yang terpenting adalah pencerahan di setiap pikiran kita. Anwar Gonggong, salah satu sejarawan yang kita miliki berucap "Kita banyak punya tokoh pintar, tapi tak banyak yang tercerahkan".Simple tetapi mengandung  esensi yang dalam.
Jadi mari menjadi bagian yang tercerahkan itu dengan kesadaran ;
- Sadar bahwa kita tak boleh berhenti mencari ilmu dan berjuang.
- Sadar bahwa masih banyak yang harus kita benahi...
- Sadar untuk segera bangkit dan Berubah, Mengubah keterketinggalan kita menjadi sebuah jalan untuk segera lari menuju kemajuan.

Hidup bukan berhenti pada tahap kita tahu,
tetapi harus secepatnya sadar apa sebenarnya yang harus kita lakukan setelah mengetahui...
Bermimpi adalah sebuah keniscayaan hidup optimis,
tetapi yang lebih penting cepatlah bangun dari mimpi dan mewujudkan mimpi itu....

[+/-] Selengkapnya...

Dilematisnya Kenaikan BBM



Minggu ini kita tak akan lepas dari berita rencana Kenaikan BBM. Hal ini Sepertinya akan pasti menjadi kenyataan, dan sesegera mungkin akan semakin mencekik beban hidup rakyat Indonesia. Kenaikan harga minyak dunia yang pelan tetapi pasti sepertinya sudah memaksa Tim Ekonomi SBY mengibarkan bendera putih dalam mengeluarkan sumsidi. Harga minyak menyentuh angka 120 dolar per barel (diperkirakan sampai 200 dolar di akhir tahun) membuat beban anggaran menyentuh 20% dari total adomestik bruto (PDB)
Mati atau tersiksa...? sekarat atau tamat?. Mungkin ironi yang kini dipikul tim Ekonomi SBY.
Minggu kemarin tim ini membuat tak kurang 64 skenario menghadapi situasi ini. Kembali sifat bimbang SBY dalam menghadapi situasi dilematis ini. Apa yang sebanarnya di benak SBY dan timnya, patut kita cermati bersama.
Tak kurang beberapa ekonom sudah memberi masukan, tak mungkin lagi pemerintah bertahan dan bergeming dengan memberi mimpi manis pada rakyat. Subsidi BBM harus segera dipangkas untuk mengamankan keuangan dan masa depan perekonomian.

Pengalihan Subsidi, bukan Kenaikan BBM.

Kenaikan BBM kali ini menurutku perlu dilakukan pemerintah dalam porsi yang seimbang . Salah satu alasan, ternyata subsidi BBM ternyata lebih dinikmati oleh kalangan menengah ke atas. Kasus nyata adalah beralihnya hampir 50% penggunaan BBM mobil pribadi dari pertamax -BBM tak bersubsidi- ke premium. Sehingga pemerintah harus berupaya keras membentuk opini di masayarakat bahwa kenaikan ini adalah upaya pengalihan subsidi ke kalangan yang lebih berhak. Menurut Faisal Basri subsidi BBM yang sekarang diberikan ternyata 25 s/d 30%-nya dinikmati oleh 10% orang terkaya di Indonesia, dan 10% orang termiskin hanya menikmati 1% subsidi BBM. Artinya semakin pemerintah membiarkan harga BBM dengan harga sekarang, akan terjadi banyak penyimpangan aggaran yang dikeluarkan pemerintah.

Mengubah Pisau kebijakan.
Selama ini memang terjadi gejala ketidakadilan pemerintah dalam mengelola kebijakan. Mungkin memang tak ada memang rumus ekonomi liberal yang memihak ke kalangan kecil. Kebijakan pemerintah ibarat mata pisau, tajam ke bawah tumpul ke atas. Ambil contoh kebijakan pemerintah yang tak pernah ada ‘niat” untuk menyelesaikan pengemplang dana BLBI yang notabene kelompok kakap negeri ini. 
Di satu sisi misalnya, pemerintah terlalu membabi buta dan sangat tak sabar dalam program konversi minyak tanah ke Elpiji. Padahal rakyat benar-benar belum sepenuhnya siap, perlu proses untuk penyesuaian.
Moment kali ini harusnya dimanfaatkan SBY untuk secepatnya mengubah pola kebijakan yang lebih memihak ke rakyat kecil. Janganlah terlalu lama berpikir dan hanya meminta rakyat bersabar dengan kondisi yang semakin susah. Solusi lain semacam smart card dan program pengalihan lain yang melibatkan birokrat berulang kali tak pernah efektif.

Pertanyaan selanjutnya kemana program pengalihan subsidi diarahkan? Banyak langkah yang bisa ditempuh oleh pemerintah yang nyata-nyata harus cepat dilakukan. Pembenahan Insfrastruktur dengan program padat karya adalah contoh kecil. Program lain yang sifatnya memberi kail kepada rakyat -setidaknya menyambung nafas rakyat – jauh lebih bermanfaat daripada mekanisme lain yang ujung-ujungya hanya pepesan kosong harus. 
Rakyat kecil sebenarnya bukan tak punya daya tetapi butuh aktualisasi diri untuk eksis. Rakyat butuh kail bukan disuapi. Masih ada jiwa kemandirian dari rakyat, pemerintah-lah yang mefasilitasi. Butuh kesungguhan memang, tetapi bisa bila ada kemauan dari pemerintah.
Pemerintah harus segera berhenti menjual senyum, seperti seorang penyanyi menghibur audience-nya.
Seperti judul lagu pak presiden “Rinduku Padamu” memang judul indah, tetapi lebih indah bila liriknya lebih mengayomi ;
Aku rindu padamu… wahai rakyatku.
Ingin kutemani dirimu dalam keceriaan dan kesedihanmu..
Sebagai wujud aku selalu di sisimu.
Dalam suka maupun duka...
Weleh-weleh…maaf ya Pak.

[+/-] Selengkapnya...

Memberi dan Menerima



Tak banyak mungkin perbedaan antara dua kata ini, tetapi sebenarnya punya esensi yang saling berkebalikan. Memberi adalah ungkapan aktif dalam diri kita untuk melakukan sesuatu yang”berwujud”. Sedangkang menerima adalah perbuatan sebaliknya.
Dua kata ini secara tak sdar seperti menjadi inti dari kehidupan ini. Kehidupan ini adalah kumpulan kejadian memberi dan menerima. Suatu saat kita memberi kepada orang lain, saat yang lain kita menerimanya.Demikianpun kepada dan dari Sang Maha Memberi.
Permasalahan yang muncul adalah seberapa besar hasrat kita untuk memberi maupun menerima.. Suatu saat tak jarang kita selalu mengeluh dengan penerimaan kita yang kita anggap tak sebanding dengan yang kita lakukan (salah satunya perbuatan memberi). Suatu saat kita mengeluh, penghasilan kita kok jumlahnya sekian saja dan belum berubah. Padahal kita sudah merasa bekerja keras, bahkan mungkin sampai banting tulang istilahnya tetapi hasil yang kita terima seperti tak sebanding.
Secara tak sadar dalam detik itu kita telah memutar frekwensi pemikiran kita ke arah “Sang Peminta”, yang akan selalu terfokus dengan apa yang akan kita terima. Sisi penyeimbang dimana kita juga harus memberi seakan sejenak terlupa. Ketidakseimbangan adalah sebuah permasalahan dalam kehidupan.
Sebuah kejadian kecil menyentil diri ini untuk sejenak harus merenung tentang hakekat “memberi dan menerima”: Seorang pengamen Bis kota dengan suara yang lumayan untuk ukuranku berkata di akhir lagu “Seratus dua ratus tak berharga bagi Anda, tetapi akan sangat berarti dalam kehidupan kami”. Lupakah kita pada detik ini anak ini memberi jalan kita untuk sejenak memberi walau itu sebuah senyum saja.
Sebuah pemberian kecil kita secara ikhlas, akan menjadi bermakna . Kecil bukan tak berarti dan keberatian tak selalu harus berwujud dari jumlah yang banyak.
Marilah kita putar jarum frekuensi pikiran kita untuk memjadi sang pemberi untuk sekedar mengimbangi apa yang kita telah banyak terima.
Di dunia ini kita dilahirkan tak membawa apa-apa, jikalaupun kita perti tak membawa sesuatu –kecuali amal- sepertinya tak akan ada rugi dalam diri kita. Karena betapa sebanyak apapun kita memberi, tak akan bisa mengimbangi dengan apa yang selalu kita terima dari yang Maha Kuasa ; teman, keluarga, rejeki, kesehatan, jodoh dan lebih banyak lagi yang kita terima.
Hidup memang bukan persoalan “hitung-hitungan”,tak usahlah kita menghitung berapa besar yang telah kita berikan kepada sesama. Karena tak akan pernah sebanding dengan apa yang kita terima.. Sunggguh indah memang perbuatan memberi, karena ini adalah inti dari segala makna hidup. Cinta sekalipun yang menjadi batang kehidupan tak lepas dari memberi.
Akhirnya Salah satu ungkapan makna cinta sejati akan menutup tulisan ini;
“Cinta sebenarnya adalah anggap apa yang kau berikan (pada Sang Pecinta) itu sesuatu yang kecil walaupun itu besar jumlahnya,
Dan anggap apa yang kau terima adalah sesuatu yang besar walaupun itu sesuatu yang kecil”…itulah makna cinta sesungguhnya.

[+/-] Selengkapnya...